Thursday, April 22, 2010

Kartini Masa Depan Politikus Perempuan

Selamat hari kartini perempuan Indonesia. Tidak terasa 1 abad lebih, Raden Adjeng Kartini meninggalkan kita. Begitu banyak jasa berupa pemikiran perjuangan hak perempuan yang telah dicetuskan oleh perempuan yang akrab dipanggil Raden Ayu kartini ini. Pemikiran untuk menyetarakan kedudukan martabat perempuan, itulah yang diimpikan R.A Kartini. Beruntung bagi perempuan Indonesia, selama kurun waktu kurang lebih 15 tahun kebelakang, negara Indonesia kerapkali mendukung dan menjunjung pemikiran emansipasi wanita yang disuarakan dengan kritis oleh perempuan Indonesia.


Namun, pertanyaannya, apakah pemikiran Kartini yang diikuti oleh perempuan Indonesia ini bisa membantu sedikit banyak perkembangan politik Indonesia? Artinya apakah perempuan bisa sukses seperti para “legislatif laki-laki”?

Seperti cerita terdahulu, R.A Kartini tidak ingin melihat perempuan menderita dan hanya mempunyai ilmu sebatas tembok rumah. R.A. Kartini ingin perempuan mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, yang bertujuan agar perempuan tidak selalu dimanfaatkan, dalam artian hanya mempunyai kewajiban tanpa mendapatkan hak.

Dalam kurun waktu 1 abad lebih, pemikiran-pemikiran R.A Kartini telah bertranformasi dan berkembang menjadi lebih modern dan tajam. Pemikiran-pemikiran emansipasi perempuan semakin banyak dipatenkan di setiap hati dan pikiran perempuan Indonesia modern. Tidak ingatkah kita saat terjadi pro dan kontra pengadaan RUU Pornografi dan poligami, siapakah yang paling vocal dan berada pada barisan terdepan?. Yang dulunya perempuan hanya tunduk untuk di poligami oleh sang suami, sekarang bisa “berpikir kritis” untuk berpendapat, dan mungkin bisa dibilang polemik ini adalah “perangnya argument kritis para Kartini-Kartini Indonesia modern”. Kartini sekarang semakin kritis dan berani. Kesensitifan hati seorang perempuan seakan menjadi indra ke 6 bagi mereka untuk bisa lebih tajam dalam menyikapi masalah.

Dengan terbentuknya sebuah Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau biasa disebut Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dengan Keputusan Presiden No. 181/1998, maka perempuan Indonesia semakin percaya diri berkreasi dan tidak lagi terbentur oleh adat. Perempuan Indonesia bisa menuntut ilmu setinggi yang diinginkan.

Banyak Peluang

Tidak hanya omong kosong, sudah banyak posisi pemimpin dipercayakan kepada seorang perempuan. Dan sebenarnya, masyarakat juga sudah mulai mempercayakan suaranya kepada kaum perempuan yang dinilai lebih jujur. Bahkan seperti yang dilansirkan oleh KOMPAS.com 7/5/2009 “Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol) UI mencatat jumlah perempuan di DPR periode 2009-2014 meningkat daripada jumlah perempuan yang duduk di parlemen sebelumnya.” bukan hanya itu, banyak organisaasi perempuan yang menyarankan anggotanya untuk memilih caleg perempuan, karena caleg perempuan diharapkan bisa mengerti secara langsung isi hati yang dirasakan para perempuan Indonesia.

Tetapi kenyataan yang sering disayangkan adalah, caleg perempuan seringkali kalah dalam perebutan kursi dengan caleg laki-laki, mengapa demikian? Ketua Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan pada Kompas.Com 21/5/2009 “Karena perempuan kalah dalam hal moral dalam artian standar moral yang lebih tinggi ini (dimiliki laki-laki) memaksa perempuan kalah dengan upaya lelaki yang konon lebih suka menggunakan paksaan dan kekerasan.” Tetapi, dengan pernyataan seperti ini, sebenarnya perempuan sudah mendapatkan satu nilai positif.

Jika masyarakat mengetahui karakter moral sebagian caleg laki-laki yang konon lebih suka menggunakan “paksaan dan kekerasan”, maka saya yakin masyarakat akan lebih tenang dan senang menyerahkan “suara”nya kepada caleg perempuan. Contoh, ketika kita masih di bangku sekolah, saat kita memilih sebuah jajaran pengurus OSIS, kita tentunya akan menjadi selektif. Tetapi, saat pemilihan seorang bendahara maka pikiran kita pasti langsung berkata “enaknya perempuan” dan kemudian, kita akan memilih teman kita yang berjenis kelamin perempuan. Mengapa demikian? Karena dalam pikiran kita sudah tersugesti “soal “uang” kita percaya bahwa perempuan lebih pintar dan jujur dalam mengolahnya dari pada laki-laki.” Kehidupan politik yang selalu syarat dengan kehadiran “uang” seharusnya bisa menjadi “jalan lebar” bagi para Kartini- Kartini Indonesia untuk bisa bersaing dengan caleg laki-laki.

Berfikir Kritis dan Optimis

Jika seseorang ingin berperang, pasti akan sangat masuk akal jika ia membekali diri mereka dengan senjata dan amunisi yang cukup. Tetapi diantara kedua perbekalan tersebut, hal utama yang harus dimiliki dan dipenuhi adalah “berfikir kritis dan optimis”. Sebenarnya kedua perbekalan utama ini bisa dikatakan sebagai tameng, atau baju anti peluru. Para kartini Indonesia yang bisa dibilang tidak sejantan laki-laki akan mudah “dijatuhkan” dengan satu-dua kali pukulan. Tetapi, dengan kedua senjata ini, para kartini bisa melindungi diri dan kerap kali menyerang balik lawannya. (berpenampilan “Kartini”, kekuatan “Gatotkaca”).

Banyak organisasi perempuan yang siap membantu. Jika perempuan selama ini telah beranggapan “hampir”, bahkan telah “berhasil” menyetarakan keberadaan harkat dan martabatnya dengan laki-laki, maka di tahun-tahun kedepan diyakini perempuan akan mampu mengungguli kemampuan laki-laki. Tinggal bagaimana perempuan dapat mempertahankan prinsip jalan pikiran kritis yang selama ini telah dibangun, agar haknya tidak lagi direnggut oleh faktor-faktor yang kurang menguntungkan.

Kita tunggu saja kreasi dan manfaat dari teriakan-teriakan persamaan hak kartini Indonesia ini. Apakah mereka mampu menjadikan Indonesia ini menjadi lebih baik? (Krisno Sumilih)